7.3.09

Pasang Surut Para Raja Kaimana

  • Raja-raja Aituarauw berasal dari kawasan Pegunungan Mbaham, Tiri Abuan Wanas kemudian berdiam di Gunung Baik di Semenanjung Kumawa yang kemudian hari dikenal sebagai kawasan Patimunin. Raja pertama bernama Imaga yang bersaudara dengan kakaknya Imuli. Pusat kerajaan pertama Raja Imaga adalah di Weri, sebuah tampat di Teluk Tunas Gain di wilayah Fakfak. Raja Imaga mengklaim dirinya sebagai Raja Patimunin dan wilayahnya disebut Sran. Kakaknya yang bernama Imuli membangun Ibukota kerajaannya di Gar Ati Unin dan dia menyebut dirinya sebagai Raja Baham, Kerajaannya terpecah menjadi beberapa kerajaan di kemudian hari dan turunannya sudah tidak lagi menjadi Raja karna Dia bukanlah seorang ahli strategi maupun ahli berperang. Turunannya saat ini terkenal sebagai Joupiad dan Paduade, dan merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai tanah adat di kawasan Baham, Kokas, dan Kapaur.

  • "Basir Onin" anak dari Imaga memindahkan Kerajaannya ke Pulau Adi dan menyatakan sepuh kemudian mengangkat anaknya Woran sebagai Raja. Ibukota Kerajaannya adalah teletak di Borombouw.

  • Woran memerintah dalam waktu yang cukup lama dan mengangkat anaknya Wau'a sebagai Putra Mahkota. Wau'a meninggal dalam usia muda sebelum sempat menjadi Raja. Raja Wora adalah Raja Papua yang bertemu dengan Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit yang diterima di istana Borombouw di Pulau Adi dengan kebesaran, istananya diberi nama San Nabe. Yang di atas bumbungannya terdapat ukiran "buaya berwarna putih dan merah". Bendera Kerajaannya berwarna Merah, Putih, dan Hitam. Dikemudian hari bendera kerajaan ini memperoleh modifikasi oleh Habib Mutahar Alhamid yaitu berupa : Merah, Putih, dan Hitam, ditengahnya terdapat gambar dua ekor anjing yang mengangkat kunci di latar belakng bendera ada gambar Matahari. Simbol kerajaan adalah Buaya Merah dan Buaya Putih yang saling berhadapan dalam posisi bertarung (sambil berdiri).

  • Nduvin dinobatkan sebagai Raja setelah kematian Woran. Beliau memindahkan Kerajaannya dari Borombouw di Pulau Adi ke E'man, yang di kemudian hari dikenal sebagai Kaimana. Nduvin menikah dengan putri Wai dari Bonggofut marga Ai yang berasal dari Gunung Natau di Franyau yang bernama Mimbe Werifun. Akibat perkawinan tersebut maka terjadi pembayaran harta yang cukup besar yang disebut Vanggim.
  • Nduvin adalah seorang Raja yang sangat sakti dan keramat, Beliau moksa di selat Nautillus yaitu selat antara Semenanjung Kumawa dan Pulau Adi. Dia merasa bangga dengan anaknya Nawaratu atau di kemudian hari dikenal sebagai Raja Naro'E, yang menjelajahi seluruh dataran rendah Bombarai dan daerah Wondama yang dipercaya sebagai bagian dari keluarganya turunan Kurry dan Passay. Raja Nduvin juga mempunyai turunan dari Umburauw kampung Bahumia dan di Ubia Sermuku.
  • Raja Naro'E melakukan ekspansi wilayah kerajaannya ke arah barat dan timur melalui perkawinan di kawasan Teluk Berauw dimana keluarganya adalah Fimbai dan Refideso di Miwara dan Uduma dengan keluarga Kamakaula, di Teluk Bicary dengan keluarga Nanggewa dan Nambobo, serta keluarga Ai di kawasan Mbaham Iha dengan Boki Sekar dimana anak perempuannya Koviai bata dinikahkan dengan Lakatei yang kemudian menjadi Raja Wertuar di Namatota anak perempuannya Sekar Bata dinikahkan dengan Lamora, Raja Namatota. Raja Naro'E juga melakukan ekspansi melalui peperangan dan pelayaran hongi, pasukannya diberi nama Sabakor. Suku ini adalah penguasa-penguasa di lembah utara dataran Pegunungan Kumawa, yang mengalir Kali Buruway, yang membentuk Teluk Buruway. Keluarga Raja ini berdiam di Yarona, Garosa, Hiya, dan Gaka - Guriasa.

  • Raja Iwawusa, adalah anak dari Raja Naro'E. Dia mempunyai seorang anak perempuan yang dinikahkan dengan seorang Pangeran dari Kerajaan Fer di Langgiar (Nuhu Yuut). Raja Iwawusa semakin memperkokoh kerajaannya yang berpusat di Kaimana melawan seluruh Hongi.

  • Raja Achmad, adalah Raja yang menjalankan pemerintahan dengan baik dan mulai menata Ibu kota Kerajaan karna sudah tidak ada lagi Hongi. Kakaknya Iwawusa adalah Raja dan Panglima perang yang sangat ditakuti di seluruh kawasan Arafura. Raja Achmad memperoleh banyak penghargaan dari banyak Raja-raja dari Tanah Jawa, Maluku, dan Eropa. Bintang yang diperoleh adalah sebanyak enam buah, sehingga beliau dikenal sebagai Raja Bintang. Beliau dimaksulkan oleh Belanda pada tahun 1920, akan tetapi oleh Belanda beliau masih diperkenankan memimpin pengadilan adat dan mengurusi pemerintahan untuk Bumi Putera. Beliau memperoleh Peningen Recognitie sebesar f 2.000 (Gulden Nederland). Setelah TRIKORA pemerintah Indonesia memimpin Papua, Beliau sudah tidak memperoleh penghargaan apa-apa lagi. Beliau seperti dilupakan. Raja Achmad memfokuskan perhatiannya pada persoalan agama, pendidikan, kebudayaan, dan adat istiadat masyarakat.

  • Raja Muhammad Achmad, lebih dikenal sebagai Bestuur Achmad. Karna beliau adalah seorang HBA (Hoofd Bestuur Administratie) dan kemudian menjadi anggota Niew Guinea Raad (NGR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat yang berkedudukan di Hollandia. Beliau terlibat aktif dalam pasang surutnya perjuangan rakyat Papua sampai di hari tuanya Beliau masih terus mengikuti perkembangan dalam memberikan pertimbangan dan surat-surat otentik atas perjuangannya. Saat ini beliau telah menyatakan sepuh dan anaknya yang ke-tiga Abdul Hakim Achmad melaksanakan tugas-tugas Raja.

5.3.09

Kings of Kaimana

The King Rat Umis VIII
Abdul Hakim Achmad

Rat Umis VIII
Abdul Hakim Acmad




The King Rat Umis VII
Muhammad Achmad Aituarauw




The King Rat Umis VI Achmad Aituarauw



Kaimana the Mistyc Land from the South Papua

Borombouw
First Capital of The Kingdom

The Mistyc Sunset on the Kaimana sky



The Hongi Boat
(the Tribal Warrior from Adi Patimunin)

Ba'un riit (sekapur sirih wangi)

Tema ruruwen...
Ladies and gentleman...

Kepada seluruh anak bangsa...

Politik di masa lalu, menjadi sejarah di masa kini.
Dan kegiatan politik di masa kini akan menjadi sejarah di masa datang.
Pasang surut kehidupan marga ini (Aituarauw), menjadi pembicaraan dalam sejarah, legenda, dan mythe suku-suku di kawasan mbaham, iha, kapaur, kokah, patimunin, sabakor, umburauw, tenia, tefera, teso, emaru, 'mbuta, mirkyas, kamoro, dan pantai selatan tanah Papua.

Marga ini hampir punah, karna mendirikan pusat kekuasaannya di lintasan laut Arafura yang sangat strategis. Di mana harus berhadapan dengan hongi suku-suku yang mengayau dan juga pelayaran ekspansi raja-raja tanah Jawa, Maluku, dan Eropa.

Ai tuar auw tiga suku kata ini yang kemudian disakralkan menjadi nama marga yang bermakna : Ai yang berarti kayu, tuar yang berarti pokok, auw yang berarti hidup atau manusia. Bila dirangkaikan seluruhnya akan mengandung makna : manusia yang tidak bisa dihancurkan. Ibarat sebuah pohon, apabila engkau menebangnya pokok dan akarnya masih terhujam tersembunyi di dalam tanah, dan akan muncul pokok-pokok baru dari akar maupun batangnya.

Blog ini dibuat untuk memberikan informasi kepada seluruh anak bangsa dan kepada dunia, apa yang telah dilakukan oleh marga ini di masa lalu, masa kini, dan bagaimana kehidupan mereka setelah mereka tidak lagi menjadi penguasa-penguasa di selatan Arafura. Setelah takhta dan kekuasaannya direbut oleh Belanda dan bagaimana Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Daerah Papua memperlakukan mereka.

Sun A, san Aria, Bai, Samay, BasirOnin, BasirOtar, Nuruwe, E'man, Koiwai Mun.

Terima Kasih.